Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

4 Ciri – Ciri Orang FAKIH Menurut Ali bin Abi Thalib

Gambar: twitter/headoff_kort
Orang fakih selalu menjaga ilmu Allah SWT, keberadaannya sangat penting untuk urusan penegakan risalah yang dibawa oleh Rasulullah SAW. Kata fakih sendiri berarti paham mengenai ajaran agama islam. Maka orang fakih merupakan orang yang benar – benar ahli serta memahami akan tuntunan syariat islam. Tentunya kita semua wajib menuntut ilmu agama, karena dengannya kita dapat mencari jalan lurus, sesuai apa yang disebut – sebutkan Sang Ilahi dalam pembukaan kalamullah, yaitu “ Ihdina As Shiroto Al mustaqim ”. 
Terlihatnya kefakihan seseorang dapat kita amati dari segi prilaku, penjagaan, maupun cara belajar mereka mengenai ilmu keislaman. 

Sebagaimana telah dijelaskan oleh sahabat Ali bin Abi Thalib r.a, bahwa orang fakih memiliki beberapa tanda. Mengenai penuturan sosok sahabat yang pernah disebut – sebut oleh Rasulullah sebagai kuncinya ilmu itu, maka kita bisa dengan mudah untuk berbenah diri ketika mencari ilmu, atau tanggapan kita terhadap sosok orang yang ingin mendalami ilmu syariat. 

Tidak jauh beda dari zaman perjuangan pada masa dimulainya penyebaran agama islam. Dulu, Baginda Rasul bersama para sahabat senantiasa taat serta menegakkan apa saja perintah - perintah Allah SWT. Sekarang ini juga terdapat Ahli ilmu agama ( Ulama’ ) sebagai pewarisnya, yang cenderung berhati – hati dalam mengambil keputusan ketika menghadapi sebuah persoalan. Para ulama’ memberikan fatwa tidak hanya dipandang satu sisi, mereka pastinya mengingat kembali akan semua aturan yang sudah ditetapkan –termasuk kefakihannya dalam bidang agama.

Lantas, apa saja ciri – ciri orang faqih menurut sahabat Ali r.a ?

1. Tidak Pernah Putus Asa dari Rahmat Allah
Pertanda orang fakih yang pertama, yaitu tidak pernah putus asa dari rahmat Allah SWT sebagai Dzat Penolong dan Pemberi segalanya. Jika orang terlalu merasa takut terhadap sesuatu, maka dapat berkemungkinan besar untuk meminta selain daripada-Nya. Memiliki perasaan putus asa dari rahmat-Nya dapat berarti merasa jauh dari pertolongan Allah SWT. Sehingga secara garis besar juga akan memutuskan semua permohonannya terhadap apa yang mereka takutkan dan harapkan. 

Sebaliknya, orang fakih tidak pernah putus asa dengan adanya semua itu. Karena mereka benar – benar memahami, bahwa kehidupan hanya bisa dijalani dengan mulus berkat keridhaan Sang Ilahi. Bahkan, ketika orang fakih sedang mengambil sebuah keputusan yang mungkin sulit baginya, mereka cenderung menentukan sebuah keputusan dengan mengutamakan keridhaan Allah semata. Mereka juga tidak pernah melebih – lebihkan rasa takutnya terhadap masalah yang dihadapi.

2. Tidak Pernah Toleransi Terhadap Perbuatan Maksiat
Tidak toleransi terhadap kemaksiatan bukan berarti harus bertindak kasar. Orang fakih juga memiliki ciri –tidak memiliki rasa toleran terhadap perbuatan yang dibenci oleh Allah SWT tersebut. Namun tanggapan mengenai pengambilan tindakan mereka juga tidak terlalu berlebihan –hingga sampai menimbulkan madharat lebih besar. Dengan menggunakan teknik pengajaran ilmu agama yang mereka kuasai, merupakan cara lebih bijak untuk meluruskan serta mengurangi kemaksiatan di muka bumi. 

3. Tidak Merasa Amalnya Diterima Allah
Mengerti berbagai macam ilmu agama bukan berarti sudah terbilang seluruh amal diterima oleh Allah SWT. Tentunya setiap insan di Bumi tidak luput dari yang namanya khilaf bukan..? Karena sejatinya kita bukanlah sosok seorang yang maksum / terjaga dari kesalahan. Setiap ujian pun akan datang bertubi – tubi sampai kita terkadang salah dalam mengambil solusi, tentu disini kita harus kuat dalam menghadapinya. Maka dapat disimpulkan, setiap amal baik yang kita lakukan selama hidup di Dunia, tentu Sang Pencipta Alam sebagai Dzat yang menentukan –apakah amal kebaikan itu dapat diterima atau malah sebaliknya.

4. Belajar Al – Quran Disertai Tadabbur
Penghayatan terhadap seluruh isi beserta makna dalam kalamullah, sudah menjadi kewajiban bagi setiap orang muslim untuk mempelajarinya. Ciri orang fakih juga demikian, mereka belajar Al –Quran tidak hanya sebatas diartikan dalam segi artinya menurut bahasa, tapi juga dibarengi dengan tadabbur. Kita tahu,  bahwa tingginya sastra dalam setiap ayat Al – quran tidak mudah dipecahkan begitu saja. Pemaknaan isi Al-quran juga harus dilihat dari berbagai sisi, seperti : Asbabun nuzul, Nasakh wa mansukh, Muhkamat dan Mutasyabihat, Makiyyah wa madaniyyah, I’robul Quran, pentashihan akan tafsir di dalamnya, dan masih banyak lagi. Dari situlah akan ketemu sebuah kebenaran maknanya, sehingga sosok orang fakih ketika membaca Al –Quran, ia akan menyertainya dengan perenungan yang begitu dalam.

Pertanda orang fakih di atas dirujuk berdasarkan riwayat  Abu Nu’aim sebagaimana dalam Al –hilyah ( 1 / 177 ), Ibnu Dharis, dan Ibnu Asakir dari sahabat Ali bin Abi Thalib r.a, beliau berkata : 

Ingatlah! Aku akan memberitahukan kepada kalian tentang orang yang benar - benar fakih. Yakni seorang yang tidak pernah berputus asa dari rahmat Allah, orang yang tidak pernah toleran terhadap orang yang bermaksiat, orang yang tidak pernah memberikan rasa aman kepada orang yang tertipu terhadap Allah SWT, yaitu seseorang yang taat dan merasa amalnya diterima oleh Allah SWT padahal ditolak, orang yang tidak meninggalkan Al –Quran karena membenci dan berpaling kepada yang lain. Sedangkan tidak ada kebaikan dalam ibadah apabila tidak disertai dengan fiqih, dan tidak ada kebaikan dalam fiqih andai tidak ada pemahaman.” ( kanzul ummal : 5 / 231,  juga diriwayatkan oleh Ibnu Abdil Bar dalam jami’ bayanil Ilmi ( 2 /44 ) secara marfu’)
Ditulis Oleh : Arbamedia  /  Ar. M