Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Ketahui Hukum Memotong Kuku dan Rambut Menjelang Hari Raya Qurban

Gambar: mbc
Apa yang dapat kita temukan pada hari raya Idul Adha ? Yaitu sebuah keikhlasan Nabi Ibrahim A.S sewaktu Allah SWT menguji beliau dengan perintah yang amat berat untuk dilakukan. Tapi baginya, perintah itu tidaklah membuat gentar hatinya meski harus 'mengorbankan' putra kandungnya sendiri, yaitu nabi Ismail A.S.

Berkat keikhlasannya itu, pengorbanan pun berbalik arah menjadi sebuah kebahagiaan. Sehingga mampu membuahkan sebuah amalan mulia yang hingga saat ini kita jalankan. Yaitu terdapatnya hari raya Idul Adha, kita bisa melakukan sebuah tauladan yang mulia berupa perintah sunnah untuk berkurban. Bagi kita umat muslim, tentu ada pula larangan – larangan yang perlu diperhatikan, itu semua memang sudah dilandaskan sesuai apa yang disyariatkan. Dibalik larangan itu, pasti terdapat hikmah yang dapat kita ambil. 

Seperti memotong kuku dan rambut saat menjelang masuknya Hari Raya Kurban, apakah seorang Shahibul Kurban diperbolehkan memotong kuku dan rambut atau malah sebaliknya…? Mari kita bahas secara lebih terperinci :

Terdapat banyak hadits yang menerangkan perkara demikian, sebagaimana berikut :

Diriwayatkan dari Ummu Salamah r.ha, Ia berkata : Aku pernah mendengar Rasulullah SAW bersabda : Barang siapa yang memiliki sembelihan ( hewan kurban ) yang akan disembelih, maka apabila hilal Dzulhijjah telah muncul, tidaklah mengambil dari rambutnya dan kuku – kukunya sedikit pun sampai ia berkurban ( H.R Muslim ). 

Setidaknya masih terdapat 2 Matan lagi yang serupa, dan sama - sama dari jalur istri Nabi yaitu Ummu Salamah r.ha. Untuk  mengenai keshahihan hadits tidaklah diragukan. Tapi dari hadits tersebut ada yang menggunakan kalimat redaksi “ rambut dan kuku ” ada pula “ rambut dan kulit ”. 

Dari ulasan di atas telah terdapat perbedaan pendapat mengenai larangan memotong kuku dan rambut  ini :

1. Larangan Itu Tidak Ditujukan Kepada Shahibul Kurban 
Ini artinya tidak ada larangan bagi setiap orang yang memiliki hajat berkurban ( Shohibul Qurban ) untuk memotong kuku, rambut dan kulit mereka pada awal sampai hari ke sepuluh bulan Dzulhijjah. Karena ketiga redaksi hadits yang berasal dari Ummu Salamah r.ha tersebut, dianggap tidaklah menunjukkan makna secara eksplisit mengenai apa yang dilarang untuk dipotong. Namun sebagian Ulama’ kontemporer ada yang memaknai hadits tersebut, bahwa yang dilarang yaitu memotong kuku dan kulit hewan kurban, bukannya Shahibul Kurban. 

Mungkin pendapat ini sama halnya dengan penjelasan yang ditemukan dalam sebuah riwayat Abu Hanifah, yaitu tidak ada hukum makruh dalam perkara ini, khususnya bagi Shahibul Kurban. Sebagaimana dalam satu riwayat Imam Malik bahwa hukumnya tidak makruh. Tetapi ditemukan dalam riwayat lainnya bahwa hukumnya makruh, bahkan ada pula yang mengatakan haram dalam Qurban Sunnah, dan tidak haram dalam Kurban Wajib.

2. Makruh Tanjih
Makruh Tanjih yaitu tidak makruh memotong kuku atau rambut jika ia tidak hendak berkurban. Seperti diterangkan dalam Anwarul Masalik bahwa Qurban itu hukumnya sunnah mu’akkad. Disunnahkan pula bagi orang yang hendak berkurban untuk tidak mencukur rambut dan memotong kuku pada sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah, hingga ia telah memotong hewan kurbannya. Apabila mereka telah menghilangkan rambut dan kukunya maka hukumnya makruh tanjih. 

Hal demikian juga didasarkan pendapat As Syafi’i, dengan menggunakan acuan hadits yang diriwayatkan dari Aisyah r.ha istri Nabi, katanya :  “ Aku mengikatkan tali pada hewan kurban Rasulullah SAW,  kemudian Beliau mengikatnya kembali dengan tangan Beliau lalu mengirimnya .  Sejak itu tidak ada yang diharamkan lagi bagi Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dari apa-apa yang Allah halalkan hingga hewan qurban disembelih ” ( H.R. Bukhari Dan Muslim )

Dari hadits di atas dapat memberikan pengertian bahwa telah ada penjelasan mengenai larangan, tepat pada 10 awal bulan Dzulhijjah. Larangan yang dimaksud yaitu memotong kuku dan rambut bagi Shahibul Kurban. Namun dalam menanggapi larangan tersebut, As Syafi’I beserta sahabatnya yang lain berpendapat, bahwa hal itu dihukumi makruh Tanjih ( tidak sampai haram ).

Sebagaimana juga pendapat yang dikutip dari Imam Nawawi dalam Syarah Muslim, mengenai sabda Rasulullah diriwayatkan dari Ummu Salamah r.ha, yang menunjukkan adanya larangan memotong kuku dan rambut tersebut –memang menjadi Ibadah Mahdhah yang harus ditaati secara apa adanya. Artinya dibalik larangan itu pastinya dapat diambil hikmahnya. Maka setidaknya membiarkan tubuh utuh sampai hari penyembelihan, sehingga bagian tubuh manusia akan dibebaskan secara utuh pula dari ganasnya api neraka. 
Ditulis Oleh : Arbamedia  /  Rah. W