Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Ternyata Ini yang Dikhawatirkan Rasulullah Akan Kemewahan Dunia

Gambar: listchallenges
Banyak harta bukan berarti berbanding lurus dengan seberapa besar keimanan. Sebaliknya, sedikitnya harta juga tidak pula menunjukkan rendahnya kedudukan di sisi Allah SWT. Banyak orang menganggap bahwa banyaknya jumlah kemewahan dunia yang mampu menakar derajat, strata sosial tinggi dan apa pun itu namanya, sepertinya perkara demikian sudah jadi parameter seseorang secara umum. Maka bandingkan saja itu semua dengan kenyamanan hidup yang kita miliki sekarang ini, apakah kemewahan dunia itu mampu membayar kenyamanan, kebahagiaan, kerukunan serta kesejahteraan dalam menjalani kehidupan…?  Jika sebuah kenyamanan saja tidak mampu dibayarkan dengan kekayaan, apalagi sebuah keimanan. 

Rasulullah SAW pun mengkhawatirkan ketika terdapat umatnya terlalu condong untuk mengejar kehidupan serba glamour. Oleh karenanya beliau selalu mencontohkan sebuah kehidupan sederhana tanpa menunjukkan kemewahan harta. Jika beliau mau, Rasulullah SAW pun bisa berdo’a meminta kepada Sang Ilahi untuk diberikan banyak harta semasa hidupnya. Sayangnya, beliau hanya ingin memberikan suri tauladan bagaimana umatnya nanti bisa menggapai kebahagiaan yang hakiki. 

Rasa khawatir Rasulullah SAW ini telah disabdakan kepada para sahabatnya seusai beliau mengerjakan shalat untuk jenazah – jenazah yang terbunuh dalam perang Uhud kala itu. Diriwayatkan oleh Imam Bukhari r.a dari perawinya yaitu sahabat Uqbah bin Amir r.a, katanya : Setelah delapan tahun lamanya beliau mengucapkan selamat jalan kepada orang yang telah wafat dan orang yang masih hidup, kemudian Rasulullah menaiki mimbar dan bersabda : “ Sesungguhnya aku akan pergi meninggalkan kalian terlebih dahulu, aku adalah saksimu, tempat pertemuan kita berada di telaga kautsar dan sesungguhnya aku melihat ke arah semua makhluk dari sana. Sesungguhnya aku tidak khawatir  jika kalian menyekutukan Allah, Tetapi aku khawatir sekiranya dunia ini berhasil menipu kalian, kemudian kalian bersegera dan berlomba – lomba ke arahnya. ”

Lantas, Apakah kemewahan dunia itu mampu menjadi tipuan bagi kita ?

Sebenarnya kita diwajibkan untuk bekerja mencari nafkah guna menyambung hidup. Mungkin di sinilah letak dimulainya sebuah ujian bagi kita semua. Karena sesampainya kita dipertemukan oleh persoalan mencari harta, mungkin saja mulai terdapat bisikan setan supaya kita mau menggapainya lebih banyak, ketika sudah mendapatkannya, hati ingin terus mencari dan tiada merasa cukup. Tidak hanya harta, bisa itu berupa jabatan, derajat tinggi di mata semua orang juga termasuk kemewahan yang terkadang membuat orang lupa bahwa sejatinya itu hanyalah amanat Allah SWT agar kita dapat menjalankan dengan sebaik – baiknya. 

Jadi perlu dipahami kembali, godaan setan untuk para pengemban amanat Allah SWT ini, baik berupa banyak harta, memiliki bangku kepemimpinan tinggi, maupun kemewahan lainnya amatlah berat untuk dijalankan.  Karena disitulah posisi setan mulai mencari jalan / perantara agar manusia beriman mampu meninggalkan perintah – perintah Allah SWT. Jika seseorang yang diamanatkan mampu melewati godaan setan itu, seperti berhasil menjadi sosok pemimpin yang adil, maka Allah SWT telah menjanjikan sebuah kenikmatan dan tergolong orang yang mustajab do’anya. 


Sedangkan bagi orang banyak harta ketika mereka mampu membelanjakannya di jalan Allah, seperti suka menolong sesama orang yang benar – benar membutuhkan, tidak lupa mengeluarkan zakat, rajin bersedekah, menolong orang yang sedang kelaparan,  maka mereka juga termasuk sosok umat manusia yang dirindukan oleh surga.


Mengenai kemewahan dunia, Rasulullah pun pernah berpesan sambil mendoakan umatnya dalam sebuah dialog beliau dengan seorang Arab Badui. Cerita ini datang dari sahabat Abu dzar r.a, katanya : Suatu ketika Nabi SAW sedang duduk bersama – sama kami. Secara tiba – tiba terdapat orang Arab Badui berdiri dalam keadaan rambutnya kusut gimbal, sambil berkata “ Ya Rasulullah, musim kemarau telah memusnahkan kami. ”

Rasulullah SAW menjawab, “ Yang aku takutkan terjadi atas kamu selain dari itu. ( yaitu ) Sekiranya yang menimpa kamu adalah kemewahan dunia, kekayaan dunia akan datang kepada kamu melimpah ruah. Semoga umatku tidak memakai barang-barang mewah.” ( HR. Imam Ahmad / Hadits shahih sebagaimana tercantum dalam At Targhib wat Tarhib, Al Hafiz Al Mundziri ).

Ketakutan serta khawatirnya Rasulullah SAW akan kemewahan dunia saat menimpa umatnya, bukan hanya sebagai penyebab orang jadi mudah lalai akan tuntunan Ilahi. Namun perkara dunia mampu membuat manusia berseteru satu sama lain. Oleh karenanya, Nabi kita terus mengajarkan  bagaimana cara menjalani hidup dengan bercukupan, tetapi harta dunia tidak sampai membuat manusia lupa, yakni dengan cara membelanjakannya ke jalan Allah, menggunakan sesuatu barang hanya sekadarnya saja dan tidak berlebihan. Tuntunan demikian juga tidak luput dicontoh oleh sahabat beliau, yaitu Umar bin khattab yang menangis jika sampai kemewahan dunia mampu membelenggunya hingga lupa akan tugas – tugas pada masa kepemimpinannya.

Ditulis Oleh : Arbamedia  /  Ar. M